Minggu, 22 November 2009

UUD'45 dan Dasar Negara Khilafah

Sebagai seorang Islam yang taat, beriman dengan benar terhadap Allah swt dan RasulNya Muhammad saw, berpegang kepada Kitab Suci Alqur'anul Karim, beriman kepda hari akhir dan Takdir, kita mengatakan setuju dengan ide diterapkannya Alqur'an dan petunjuk RasulNya dalam kehidupan sehari-hari, demikian pula dalam berbangsa bernegara.
Terlebih lagi ketika mengingat salah satu ayat Alqur'an yang menyatakan :"Waman lahkum bimaa anzalallahu faqod kafaro, Faulaaikahumul faasiquun; Faulaaikahumudh dhoolimuun.Yang artinya :"Barang siapa yang tidak mejadikan hukum terhadap apa yang telah Aku (Allah) turunkan ( Alqur'an ) maka benar-benarlah telah ingakar/kafir. Di lain ayat dikatakan "fasiQ"( berbuat kerusakan ) juga dikatakan "dholim" ( berbuat aniaya ).
Kita tentu menyatakan setuju, karena konsekwensi prediksi sesandang "kafir"berarti termasuk orang-orang yang ingkar dan tidak beriman.Sama dalam kedudukannya dengan orang-orang yang beragama/berprinsip "hukum thoghut" ( mengadakan sesembahan selain Allah swt ).
Ketika dihadapkan kepada dua masalah simpati dengan kelompok pendukung Dasar Negara UUD'45 yang sama-sama andil ( walau dalam kadar yang sedikit ) dalam pendirian Negara RI, umat Islam seperti disodorkan buah "simalakama", dimakan, ayahnya mati, tidak dimakan, ibunya mati.
Karena demikian gentingnya, sebenarnya perlu disikapi secara arif dan bijak oleh orang-orang non muslim untuk setidak-tidaknya bersama-sama dalam membimbing bagsa dan Para Pengemban kebijakan Negara ini untuk tidak lepas dari arah fungsi visi misi agama kalau ingin bersikap terdekat dengan bentuk negara sesuai fungsi visi misi Dasar Negara Khilafah yang diinginkan, bukan malah melenceng ke dasar hukum sekuler yang mengundang ketidak setujuan umat islam.